Belum Usai Kasus Pertamina Terbit Dugaan Korupsi di PLN, Kerugian Negara Rp1,2 Triliun

- Sabtu, 08 Maret 2025 | 04:15 WIB
Belum Usai Kasus Pertamina Terbit Dugaan Korupsi di PLN, Kerugian Negara Rp1,2 Triliun


PARADAPOS.COM
- Korps Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Kortastipidkor) Polri membenarkan tengah mengusut kasus dugaan korupsi di PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) Persero.

Hal ini sebagaimana disampaikan Wakil Kepala Kortastipidkor Polri Brigadir Jenderal Arief Adiharsa. Ia mengatakan, kasus itu telah naik ke tahap penyelidikan.

“Masih tahap penyelidikan ya,” kata Arief Adiharsa, dikutip dari tipidkorpolri.info, Kamis (6/3/2025).

Namun demikian belum diketahui secara jelas kasus apa yang kemudian tengah diusut Kortastipidkor. Yang jelas, kasus ini berkaitan dengan pemeriksaan pejabat PLN Pusat pada Senin (3/2/2025).

Sementara itu, berdasarkan sumber Inilah.com, salah satu kasus yang ditangani yakni terkait mangkraknya proyek Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) 1 di Kalimantan Barat.

"Kerugian negara Rp1,2 triliun," ujar sumber.

Menurut sumber itu, kasus PLTU 1 di Kalbar bukanlah satu-satunya perkara yang tengah disidik kortastipidkor. Dikatakan dia, terdapat tiga perkara terkait PLN yang kini sedang ditelusuri polisi.

Kronologi Korupsi PLTU 1 Kalbar


Sebelumnya, Wadirtipidkor Bareskrim Polri Kombes Arief Adiharsa mengungkap modus yang terjadi dalam kasus korupsi PLTU 1 Kalbar.

Arief menyebut pengerjaan proyek PLTU itu diduga melawan hukum dan terdapat penyalahgunaan wewenang. Akibatnya pekerjaan proyek mengalami kegagalan atau mangkrak sejak 2016, sehingga tidak dapat dimanfaatkan.

"Pada tahun 2008 dilaksanakan lelang pembangunan PLTU 1 Kalbar 2x50 MW dengan sumber anggaran dari PT PLN (Persero). Setelah dilakukan proses lelang yang ditunjuk sebagai pemenang adalah KSO BRN," ujar Arief, melalui keterangan resmi, 6 November 2024.

Arief menjelaskan, KSO BRN sebagai pihak yang ditunjuk pemenang lelang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dalam tahap prakualifikasi dan evaluasi penawaran administrasi dan teknis dalam proses pelelangan. Selanjutnya, pada 11 Juni 2009 dilakukan penandatanganan kontrak yang antara RR selaku Dirut PT BRN mewakili konsorsium BRN dengan FM selaku Dirut PT PLN (persero).

"Dengan nilai kontrak sebesar USD 80 Juta dan Rp507 M atau sekitar Rp1,2 T dengan kurs saat ini," jelas Arief.

Setelah itu, PT BRN mengalihkan seluruh pekerjaan proyek pembangunan PLTU 1 Kalbar kepada pihak ketiga, yaitu PT PI dan QJPSE yang merupakan perusahaan energi asal Tiongkok. Dalam pelaksanaan pekerjaan yang dilakukan oleh pihak ketiga, pembangunan PLTU 1 Kalbar 2x50 MW mengalami kegagalan atau mangkrak, sehingga tidak dapat dimanfaatkan sejak 2016.

Korupsi Pertamina dan PT Taspen


Untuk diketahui, dua lembaga penegak hukum yakni Kejaksaan Agung dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) juga tengah menyelidiki kasus korupsi jumbo perusahaan plat merah. Kejagung saat ini tengah menyidik kasus dugaan korupsi PT Pertamina Patra Niaga yang disinyalir merugikan negara hingga Rp193 triliun hanya pada medio 2023. 

Sedangkan KPK, saat ini tengah menyidik kasus dugaan korupsi investasi fiktif PT Taspen. Lembaga antirasuah juga telah menahan Direktur Utama PT Taspen (Persero) Antonius Nicholas Stephanus Kosasih (ANSK) sebagai tersangka dalam kasus korupsi investasi fiktif oleh PT. Taspen (Persero) tahun anggaran 2019 pada Rabu (8/1/2025) malam.

Direktur Penyidikan KPK, Asep Guntur Rahayu, menjelaskan bahwa kasus ini bermula pada 2016 ketika PT Taspen menginvestasikan Rp200 miliar dalam Sukuk Ijarah TSP Food II (SIAISA02) yang diterbitkan PT Tiga Pilar Sejahtera Food (TPSF) Tbk. Namun, pada 2018, instrumen tersebut dinyatakan gagal bayar dan tidak layak investasi.

Pada Januari 2019, setelah Antonius Kosasih diangkat sebagai Direktur Investasi PT Taspen, ia terlibat dalam pengambilan keputusan terkait skema penyelamatan investasi. Salah satu kebijakan yang diambil adalah mengarahkan konversi Sukuk menjadi reksa dana RD I-Next G2 yang dikelola oleh PT IIM.

Pada Mei 2019, PT Taspen menempatkan dana sebesar Rp1 triliun dalam reksa dana RD I-Next G2. Kebijakan tersebut melanggar aturan internal yang mewajibkan penanganan Sukuk bermasalah dilakukan dengan strategi hold and average down (menahan instrumen tanpa menjualnya di bawah harga perolehan).

Akibat investasi ini, negara mengalami kerugian sebesar Rp191,64 miliar, ditambah kerugian bunga senilai Rp28,78 miliar. Sejumlah pihak disebut mendapatkan keuntungan dari skema tersebut, di antaranya:

1. PT IIM, sekurang-kurangnya Rp78 miliar.

2. PT VSI (Valbury Sekuritas Indonesia), sekurang-kurangnya Rp2,2 miliar.

3. PT PS (Pacific Sekuritas), sekurang-kurangnya Rp102 juta.

4. PT SM (Sinar Mas), sekurang-kurangnya Rp44 juta.

5. Sejumlah pihak lain yang terafiliasi dengan Kosasih dan Ekiawan juga diduga menerima keuntungan dari kasus ini.

KPK memastikan akan terus mendalami kasus ini guna memulihkan kerugian negara serta menindak tegas pihak-pihak yang terlibat. Penyelidikan juga mengarah pada kemungkinan tindak pidana pencucian uang (TPPU) maupun penetapan tersangka korporasi.

Sumber: inilah

Komentar

Terpopuler