Skandal Sertifikat di Atas Pagar Laut PIK, Khozinudin Sebut DPR Dibohongi: Menteri Mengamankan Kepentingan Oligarki!

- Jumat, 07 Maret 2025 | 13:15 WIB
Skandal Sertifikat di Atas Pagar Laut PIK, Khozinudin Sebut DPR Dibohongi: Menteri Mengamankan Kepentingan Oligarki!




PARADAPOS.COM - Kasus penerbitan sertifikat tanah di atas pagar laut di kawasan Pantai Indah Kapuk (PIK) 2 kembali menuai sorotan. 


Advokat dan Koordinator Tim Advokasi Melawan Oligarki Rakus Perampas Tanah Rakyat (TA-MOR PTR) Ahmad Khozinudin menilai bahwa dua kementerian yang terlibat memiliki kepentingan sendiri dalam oligarki.


Dua Menteri yang ia sorot yakni Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP) Sakti Wahyu Trenggono dan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Nusron Wahid.


Selain itu Khozinudin menganggap DPR selama ini hanya memverifikasi informasi formal yang tersedia dalam rapat dengar pendapat, tanpa mengetahui fakta di lapangan.


Ia mencontohkan saat DPR mengapresiasi pemberian sanksi tegas terhadap 8 pejabat yang terlibat dalam kasus ini. Namun, ternyata diketahui bahwa dua di antaranya sudah pensiun.


Khozinudin menilai hal ini menunjukkan bahwa DPR juga telah dibohongi oleh menteri.


"Apa relevansinya diberi sanksi kalau sudah pensiun? Saya bilang di forum itu, berarti DPR juga dibohongi oleh menteri,” ujarnya dikutip dari Youtube Abraham Samad Speak Up, Kamis (6/3/2025).


Khozinudin kembali mengkritik pernyataan Sakti Wahyu Trenggono dan Nusron Wahid yang mengklasifikasikan tanah bersertifikat di laut sebagai ‘tanah musnah’.


“Ketika itu dikatakan tanah musnah, berarti membenarkan bahwa dulunya itu tanah daratan yang terkena abrasi,” jelasnya.


Ia menilai hal ini dapat melegitimasi kepentingan pengembang, seperti anak usaha PT Agung Sedayu Group, untuk melakukan reklamasi atau rekonstruksi.


“Justru kan melegitimasi dua-duanya ini,” tegasnya.


Khozinudin juga menuding kedua menteri tersebut berusaha mengamankan kepentingan oligarki.


“Dua menteri ini sebenarnya main dua kaki. Dia ingin benefit politik dari dukungan masyarakat dengan seolah-olah menindaklanjuti kasus, tetapi dia masih berpihak juga sama oligarki. Mengamankan kepentingan oligarki,” ujarnya.


Khozinudin kemudian mengkritik ketidakjelasan dalam pencabutan sertifikat tanah yang telah diterbitkan di laut.


Awalnya, dari 263 Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) dan 17 Sertifikat Hak Milik (SHM) yang berada di laut, hanya 50 yang dicabut. 


Namun, kemudian ada klarifikasi bahwa 191 sertifikat tidak dibatalkan karena berada di batas garis pantai.


“Jadi seolah-olah kalau yang di belakang garis pantai itu dulu wilayah daratan, sehingga masih dipertahankan karena dulu sah dianggapnya. Yang di luar ini dianggap sertifikat bodongnya,” tambahnya.


Belakangan, pemerintah menyatakan ada tambahan 55 sertifikat yang batal dicabut. Baru setelah mendapat tekanan publik, Nusron Wahid akhirnya menyatakan bahwa semua sertifikat di laut dibatalkan.


Namun, Khozinudin menilai pernyataan ini tidak dapat dipercaya tanpa bukti konkret.


“Kami enggak percaya karena kronologisnya ini enggak konsisten,” tegasnya.


Ia meminta pemerintah memperlihatkan sertifikat yang dibatalkan secara transparan.


“Ketika itu semua digunting, baru kita percaya,” tegasnya.


Khozinudin juga membantah klaim bahwa tanah di kawasan tersebut musnah akibat abrasi. 


Ia menyoroti fakta bahwa di muara Kali Cisadane, wilayah yang diklaim sebagai laut justru mengalami sedimentasi, bukan abrasi.


“Alih-alih berkurang wilayah pantai, wilayah laut, justru daratannya bertambah, bukan terkena abrasi,” ujarnya.


Ia menegaskan bahwa konsep "tanah musnah" yang digunakan dalam kasus ini hanya strategi untuk melegitimasi pengembang agar bisa mendapatkan hak reklamasi sesuai Pasal 66 Ayat 3.


“Kalau kita percaya logika tanah musnah, berarti kita mempercayai dulunya itu daratan. Ini melegitimasi rencana korporasi untuk masuk meminta hak mereka,” tegasnya.


Kasus ini menimbulkan kekhawatiran akan adanya kolusi antara pihak swasta dan pejabat pemerintah dalam mengubah status tanah demi kepentingan bisnis.



Sumber: Suara

Komentar