Warga Dayak Gugat UU IKN ke MK: Penggunaan Hak Tanah 80-95 Tahun Terlalu Lama!

- Jumat, 07 Maret 2025 | 09:20 WIB
Warga Dayak Gugat UU IKN ke MK: Penggunaan Hak Tanah 80-95 Tahun Terlalu Lama!




PARADAPOS.COM - Seorang warga suku Dayak bernama Stepanus Febyan Babaro mengajukan uji materi Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2023 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Nusantara (UU IKN) ke Mahkamah Konstitusi (MK).


Stepanus menggugat Pasal 16A ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) UU IKN terkait aturan Hak Atas Tanah (HAT) yang meliputi Hak Guna Usaha (HGU), Hak Guna Bangunan (HGB), dan Hak Pakai.


Berikut bunyi aturan yang digugat:


Pasal 16A ayat (1)

Dalam hal HAT yang diperjanjikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (7) dalam bentuk hak guna usaha, diberikan untuk jangka waktu paling lama 95 (sembilan puluh lima) tahun melalui 1 (satu) siklus pertama dan dapat dilakukan pemberian kembali untuk 1 (satu) siklus kedua dengan jangka waktu paling lama 95 (sembilan puluh lima) tahun berdasarkan kriteria dan tahapan evaluasi.


Pasal 16A ayat (2)

Dalam hal HAT yang diperjanjikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (7) dalam bentuk hak guna bangunan, diberikan untuk jangka waktu paling lama 80 (delapan puluh) tahun melalui 1 (satu) siklus pertama dan dapat dilakukan pemberian Kembali melalui 1 (satu) siklus kedua dengan jangka waktu paling lama 80 (delapan puluh) tahun berdasarkan kriteria dan tahapan evaluasi.


Pasal 16A ayat (3)

Dalam hal HAT yang diperjanjikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (7) dalam bentuk hak pakai, diberikan untuk jangka waktu paling lama 80 (delapan puluh) tahun melalui 1 (satu) siklus pertama dan dapat dilakukan pemberian Kembali melalui 1 (satu) siklus kedua dengan jangka waktu paling lama 80 (delapan puluh) tahun berdasarkan kriteria dan tahapan evaluasi.


Stepanus menilai aturan tersebut membuatnya mengalami kerugian secara aktual dan potensial sebagai warga asli suku Dayak. 


Ia mengaku merasa cemas, takut, dan khawatir dengan adanya jangka waktu yang lama dalam pemberian HGU, HGB, dan Hak Pakai di UU IKN tersebut.


"Membuat kelompok-kelompok masyarakat adat semakin disingkirkan dikarenakan pemerintah lebih mengutamakan memanjakan investor daripada memikirkan masyarakat adat," kata Stepanus dalam permohonannya, dikutip Jumat (7/3).


Menurutnya, pemberian jangka waktu yang lama tersebut justru lebih memperkecil kesempatan masyarakat adat dalam melestarikan ciri khas adatnya melalui tanah leluhur yang selama ini dijaga.


Pasalnya, kata dia, contoh kasus sudah banyak memperlihatkan bahwa tanah masyarakat adat dari berbagai daerah Indonesia dicaplok oleh perusahaan-perusahaan.


Ia juga merasa takut, cemas, dan khawatir bahwa penerapan aturan di UU IKN terkait HGU, HGB, dan Hak Pakai tersebut makin menambah sejarah panjang konflik agraria di Indonesia.


"Mafia agraria yang makin mencamuk membuat Pemohon sangat pesimis perlindungan terhadap tanah-tanah adat masyarakat di Kalimantan, khususnya tanah-tanah masyarakat adat Dayak," paparnya.


Selain itu, ia juga merasa khawatir bahwa penerapan aturan tersebut juga berdampak pada kelangsungan kehidupan masyarakat adat Dayak mulai dari anak hingga cucu.


Dalam permohonannya itu, Stepanus juga menekankan bahwa UUD 1945 menegaskan bahwa penguasaan negara atas tanah mesti dikelola dengan membawa manfaat untuk rakyat alih-alih dijadikan sebagai pemilikan yang absolut.


Ia pun menyebut bahwa tanah di Indonesia harus dikelola untuk kesejahteraan seluruh rakyat dan bukan hanya kepentingan segelintir pemilik modal.


Oleh karena itu, lanjut dia, pemberian hak atas tanah baik itu HGU, HGB, maupun Hak Pakai harus sesuai dengan prinsip pemanfaatan untuk kesejahteraan umum dan memperhatikan kelangsungan pengelolaan tanah secara berkelanjutan.


"Dengan memberikan HGU hingga 95 tahun negara berisiko mencederai prinsip ini, karena lahan HGU yang dikuasai dalam jangka waktu yang sangat lama cenderung memberikan keuntungan kepada pemegang secara eksklusif," imbuh dia.


Dengan diberlakukannya aturan dalam UU IKN terkait jangka waktu yang diberikan untuk HGU, HGB, dan Hak Pakai itu, Stefanus menilai hal itu bertentangan dengan pemenuhan kebutuhan hukum dalam masyarakat.


"Dikarenakan menurut pernyataan mantan Presiden ke-7 RI Jokowi, menurutnya aturan ini dibuat agar Otorita IKN bisa menjaring lebih banyak investor ke IKN," ucap dia.


Lebih lanjut, ia menegaskan bahwa pemberian hak atas tanah, terutama dalam bentuk HGU dan HGB dengan jangka waktu yang lebih lama dari yang diatur dalam UU Pokok Agraria berisiko menimbulkan pemusatan penguasaan tanah di tangan individu atau badan hukum tertentu.


Menurutnya, pemberlakuan aturan tersebut juga membuat pemegang hak dapat menguasai tanah untuk jangka waktu yang sangat panjang tanpa mempertimbangkan keberlanjutan dan pemerataan pemanfaatannya untuk masyarakat.


"Jangka waktu yang panjang dapat memperburuk ketimpangan akses terhadap tanah, karena pihak tertentu dapat menguasai tanah dalam waktu lama tanpa memberikan peluang kepada masyarakat lain," tuturnya.


"Situasi ini dapat mengakibatkan konflik agraria, yang bertentangan dengan semangat reforma agraria dan keadilan sosial yang diusung UU Pokok Agraria," lanjut dia.


Untuk itu, di dalam petitumnya, Stepanus meminta agar MK mengabulkan permohonan untuk seluruhnya.


Ia juga meminta agar MK memutuskan bahwa Pasal 16A ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) UU IKN bertentangan dengan UUD 1945. 


Atau, meminta agar Pasal 16A ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) UU IKN khusus jangka waktu HGU dan Hak Pakai maksimal 25 tahun dan HGB dengan jangka waktu maksimal 30 tahun.


Berikut petitum lengkapnya:


Mengabulkan Permohonan Pemohon untuk seluruhnya.


Menyatakan Pasal 16A ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2023 tentang perubahan atas Undang-undang nomor 3 Tahun 2022 tentang IKN bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945.


Atau


Menyatakan Pasal 16A ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2023 tentang perubahan atas Undang-undang nomor 3 Tahun 2022 tentang IKN bertentangan secara bersyarat (Conditionally Unconstitutional) dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat, sepanjang tidak dimaknai;


Pasal 16A Ayat (1)

Dalam hal HAT yang diperjanjikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (7) dalam bentuk hak guna usaha, diberikan untuk jangka waktu paling lama 25 (dua puluh lima) tahun melalui 1 (satu) siklus pertama dan dapat dilakukan pemberian kembali untuk 1 (satu) siklus kedua dengan jangka waktu paling lama 25 (dua puluh lima) tahun berdasarkan kriteria dan tahapan evaluasi.


Pasal 16A Ayat (2)

Dalam hal HAT yang diperjanjikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (7) dalam bentuk hak guna bangunan, diberikan untuk jangka waktu paling Iama 30 (tiga puluh) tahun melalui 1 (satu) siklus pertama dan dapat dilakukan pemberian Kembali melalui 1 (satu) siklus kedua dengan jangka waktu paling lama 20 (dua puluh) tahun berdasarkan kriteria dan tahapan evaluasi.


Pasal 16A Ayat (3)

Dalam hal HAT yang diperjanjikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (7) dalam bentuk hak pakai, diberikan untuk jangka waktu paling lama 25 (dua puluh lima) tahun melalui 1 (satu) siklus pertama dan dapat dilakukan pemberian Kembali melalui 1 (satu) siklus kedua dengan jangka waktu paling lama 25 (dua puluh lima) tahun berdasarkan kriteria dan tahapan evaluasi.


Sumber: Kumparan

Komentar