Korupsi Pertamina, Anggota Fraksi Golkar Minta Jangan Seret Nama Bahlil Lahadalia

- Rabu, 05 Maret 2025 | 00:15 WIB
Korupsi Pertamina, Anggota Fraksi Golkar Minta Jangan Seret Nama Bahlil Lahadalia


PARADAPOS.COM -
  Kasus dugaan korupsi Pertamina dengan potensi kerugian negara mencapai Rp 1 kuadriliun masih menjadi perhatian publik

Anggota Komisi XII DPR RI dari Fraksi Partai Golkar Mukhtarudin menanggapi kasus korupsi Pertamina yang saat ini tengah menghebohkan publik. 

Mukhtarudin menyayangkan narasi di publik yang menyeret nama Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia yang juga Ketum Golkar, dalam pusaran mega korupsi tersebut.

"Padahal, Bahlil menjabat sebagai Menteri ESDM pada Agustus 2024. Sementara, kasus korupsi terjadi pada periode 2018-2023," kata Mukhtarudin melalui siaran persnya, Kamis (4/3/2025), dikutip dari Kompas.com.

Dia menambahkan, di tengah kisruh korupsi Pertamina, justru Bahlil tengah melakukan pembersihan dan pembenahan terkait tata kelola niaga impor bahan bakar minyak (BBM).

“Komisi energi akan memastikan bahwa informasi yang disampaikan kepada publik bersumber dari fakta yang akurat dan tidak digunakan untuk kepentingan politik tertentu,” kata Mukhtarudin.

Dia pun menekankan terbongkarnya skandal korupsi ini harus menjadi momentum penting bagi Pertamina dan anak perusahaan lainnya untuk melakukan reformasi tata kelola niaga.

"Momentum perbaikan ini untuk mengembalikan ruh arah pengelolaan kekayaan alam negara yang sejalan dengan mandat konstitusi," ucapnya.

Selain itu, menurutnya, PT Pertamina Patra Niaga perlu memberikan penjelasan komprehensif dan sosialisasi masif terkait isu pengoplosan BBM dengan kualitas RON 92 atau Pertamax.

"Terutama yang akhir-akhir ini sangat meresahkan, agar masyarakat bisa memahami fakta yang sebenarnya," ucapnnya.

Dia tidak ingin publik merasa bingung dan terpengaruh dengan berita-berita yang tidak benar di media sosial.

"Tujuannya, untuk memastikan bahwa produk yang diberikan ke masyarakat benar-benar berkualitas dan sesuai spek yang ditentukan," katanya.

Baca juga: Pertamina Akhirnya Minta Maaf Perihal Korupsi Rp194 Triliun, Janji Akan Perbaiki Sistem

Pertamina pun diminta melakukan sejumlah upaya untuk menjaga kepercayaan publik agar mereka tidak berpaling ke stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) swasta.

“Ujung-ujungnya Pertamina dan negara merugi. Ini harus kita antisipasi,” katanya.

Oleh karenanya, dia menyatakan komitmen DPR untuk mendukung penegakan hukum dan transparansi kasus.

“Pengawasan terhadap Pertamina dan sektor energi akan diperkuat untuk mencegah kasus serupa terjadi pada masa depan,” ucap Mukhtarudin.

Lebih jauh, Mukhtarudin pun mengapresiasi langkah cepat dari Kementerian ESDM dengan membentuk tim untuk mendalami kasus tersebut.

"Dari kami juga telah melakukan inspeksi dadakan (sidak) dan uji sampel bahan bakar minyak (BBM), khususnya RON 90, RON 92, RON 95, RON 98 di sejumlah SPBU bersama Lembaga Minyak dan Gas (Lemigas) dari Kementerian ESDM," paparnya.

Seperti diketahui Kejaksaan Agung (Kejagung) telah menetapkan sembilan tersangka terkait kasus yang terjadi pada 2018-2024.

Dalam diskusi terbaru, sejumlah pihak menyeret nama Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia, dalam skandal mega korupsi tersebut.

Ketua Bidang Media dan Penggalangan Opini Partai Golkar Nurul Arifin menegaskan bahwa tuduhan terhadap Bahlil salah alamat.

“Narasi yang menyebut Pak Bahlil terlibat dalam kasus korupsi di Pertamina merupakan fitnah. Pak Bahlil saja baru menjabat sebagai Menteri ESDM pada Agustus 2024. Skandal korupsi ini terjadi pada 2018-2023,” ucapnya dalam keterangan pers, Senin (3/3/2025).

Nurul menekankan, Bahlil tidak memiliki keterlibatan dalam setiap keputusan yang diambil pada periode tersebut.  

Sebaliknya, kata dia, Bahlil meminta produksi minyak mentah dalam negeri harus diolah melalui fasilitas pengolahan minyak atau kilang dalam negeri.

Dengan kebijakan tersebut, Kementerian ESDM tidak lagi mengizinkan ekspor minyak mentah ke luar negeri.

“Kementerian ESDM di bawah kepemimpinan Pak Bahlil tengah berbenah. Salah satunya soal tata kelola minyak mentah melalui izin impor bahan bakar minyak (BBM),” kata Nurul.

Ia juga menjelaskan, Kementerian ESDM sedang mempercepat proses impor BBM menjadi enam bulan, dari yang sebelumnya satu tahun.

Hal ini bertujuan untuk memudahkan evaluasi setiap tiga bulan.

Nurul berharap, publik lebih cerdas dan kritis dalam menilai kasus tersebut sehingga tidak terjadi salah persepsi dalam mengawal kasus korupsi yang merugikan rakyat.

“Ini menjadi pelajaran kita bersama bahwa pihak terkait harus bertanggung jawab atas dugaan kasus korupsi ini,” ungkapnya.  

Nurul juga mengajak semua pihak, termasuk Pertamina untuk berbenah demi meningkatkan pelayanan publik.

Pengamat komunikasi dari London School of Public Relations (LSPR), Ari Junaedi menilai, terdapat muatan politis dalam narasi keterlibatan Bahlil dalam dugaan kasus korupsi di Pertamina.

Hal ini karena Bahlil menjabat sebagai Menteri ESDM sekaligus Ketua Umum Partai Golkar.

“Isu reshuffle, isu korupsi di Pertamina, ini kental sekali dengan muatan politik di belakangnya yang ingin menggoyang kepemimpinan Pak Bahlil sebagai pucuk pimpinan Golkar,” ujar Ari.

Ia juga mengatakan, publik harus lebih bijak dalam menyaring informasi, apalagi saat ini  bukan masa politik.  

“Politik itu dinamis dan bisa menghalalkan segala cara untuk meraih kekuasaan,” ucap Ari.

Ia menambahkan bahwa tuduhan publik, terutama dari warganet, terhadap Bahlil tidak tepat.

Sebab, kronologi kasus korupsi Pertamina tidak bertepatan dengan masa jabatan Bahlil sebagai Menteri ESDM. Baca juga: Pertamina Bakal Libatkan Pihak Independen untuk Cek Kualitas BBM

"Tuduhan atau opini publik terhadap Menteri Bahlil dalam kasus korupsi Pertamina menurut saya salah alamat. Apa buktinya?," ujar Ari, yang juga merupakan Direktur Lembaga Kajian Politik Nusakom Pratama.

Sumber: tribunnews

Komentar

Terpopuler