KISAH Tito Karnavian Memburu Tommy Soeharto

- Kamis, 20 Februari 2025 | 07:20 WIB
KISAH Tito Karnavian Memburu Tommy Soeharto




PARADAPOS.COM - Pada Kamis, 26 Juli 2001, Hakim Agung Syafiuddin Kartasasmita sedang menjalani rutinitasnya seperti biasa. 


Ia berangkat kerja ke Mahkamah Agung (MA) dengan mobil. Namun, tanpa ia sadari, dua pria misterius berboncengan sepeda motor tengah mengintai.


Seperti dilansir dari YouTube Indonesia Insider, Ketika mobilnya melintasi wilayah Kemayoran, sebuah ledakan terdengar, menyebabkan mobil oleng dan menabrak warung. 


Rupanya, ban kanan belakang mobil Syafiuddin ditembak, membuatnya kehilangan kendali.


Tak lama setelah itu, pria misterius yang sejak awal mengintainya mengeluarkan pistol kemudian menembak Syafiuddin empat kali, dan melarikan diri. 


Syafiuddin terkena tembakan di lengan, dada, serta rahang kanan. 


Meskipun masih bernapas di lokasi kejadian, ia dinyatakan wafat setelah dibawa ke Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo.


Kasus yang Menyeret Nama Tommy Soeharto


Sebelum peristiwa itu, Hakim Agung Syafiuddin tengah menangani kasus tukar guling antara PT Goro Batari Sakti (GBS) dan Badan Urusan Logistik (Bulog), yang melibatkan putra presiden kedua, Tommy Soeharto. 


Kasus ini berawal sejak era kepemimpinan Soeharto pada tahun 1994, menyebabkan kerugian negara Rp95,6 miliar.


Pada April 1999, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan membebaskan Tommy dari segala dakwaan. 


Namun, setelah jaksa mengajukan banding di tingkat kasasi MA, Hakim Agung Syafiuddin akhirnya memvonis Tommy bersalah dengan hukuman kurungan 18 bulan penjara, ganti rugi Rp30 miliar, dan denda Rp10 juta pada 22 September 2000.


Tommy sempat mengajukan grasi kepada Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur), namun ditolak. 


Keputusan ini membuat Tommy harus menjalani hukuman di Lapas Cipinang. Namun, sebelum ditangkap, ia menghilang.


Peristiwa pembunuhan Syafiuddin terjadi di waktu yang sama pada saat Polda Metro Jaya sedang memburu Tommy. 


Hal ini memunculkan dugaan bahwa Tommy terlibat dalam aksi pembunuhan tersebut.


Pada 14 November 2000, polisi mengerahkan 18 tim untuk menangkap Tommy. Salah satu target utama polisi adalah menemukan bunker yang diduga menjadi tempat persembunyian Tommy. 


Namun, pencarian di berbagai tempat, termasuk di Jalan Cendana No. 12 dan apartemen di Jalan Cemara, tidak membuahkan hasil.


Polisi terus melakukan penggerebekan, hingga akhirnya pada 7 Agustus 2001, Mulawarman, pengendara sepeda motor dalam aksi pembunuhan Syafiuddin, ditangkap di Jakarta Selatan. 


Sehari kemudian, Noval Hadad, sang eksekutor, ditangkap di Bidara Cina. Keduanya mengaku diperintahkan oleh Tommy dengan janji imbalan uang.


Tim Kobra dan Tito Karnavian


Polda Metro Jaya membentuk tim khusus beranggotakan 25 polisi terbaik dari berbagai satuan, termasuk Reserse, Brimob, dan Sabhara. 


Tim ini diberi nama ‘Tim Kobra’ dan dipimpin oleh Komisaris Polisi (Kompol) Tito Karnavian.


Untuk melacaknya keberadaan Tommy, Tito membagi tim menjadi beberapa unit, salah satunya bertugas memantau sekitar Jalan Cendana. 


AKP M. Saleh bahkan tidur di emperan rumah selama sebulan untuk mengawasi pergerakan di lokasi tersebut.


Perburuan Tommy semakin mengerucut setelah tim Kobra memetakan pola komunikasi jaringan orang-orang dekatnya di empat tempat, yakni, Menteng, Pondok Indah, Bintaro, dan Pejaten.


Tim akhirnya berhasil melacak sinyal telepon yang mengarah ke sebuah rumah di Jalan Maleo 2 No. 9, Sektor 9, Bintaro Jaya.


Penyergapan Tommy Soeharto


Setelah sebulan melakukan pemantauan intensif, tim Kobra menemukan titik persembunyian Tommy. 


Pada pagi buta, tujuh jam sebelum penggerebekan, dua anggota tim berhasil memasang alat penyadap di ventilasi rumah tersebut. 


Setelah memastikan keberadaan Tommy di dalam rumah, penggerebekan dilakukan.


Saat penyisiran dari kamar ke kamar, polisi menemukan Tommy tengah tidur bersama seorang wanita hamil tua bernama Lani Banjaranti. Tommy tidak melakukan perlawanan ketika ditangkap. 


Setelah menjadi buronan selama lebih dari satu tahun, pelarian Tommy Soeharto berakhir pada 28 November 2001.


Penangkapan Tommy Soeharto menjadi prestasi besar bagi Polri di bawah kepemimpinan Jenderal Surojo Bimantoro. 


Sebagai penghargaan, 25 anggota Tim Kobra mendapatkan kenaikan pangkat luar biasa. 


Tito Karnavian yang saat itu berpangkat Kompol naik menjadi Ajun Komisaris Besar Polisi (AKBP).


Keberhasilan menangkap Tommy Soeharto juga menjadi momen penting dalam karier Tito Karnavian. 


Ia terus menanjak di kepolisian hingga akhirnya menjabat sebagai Kapolri, dan kemudian diangkat sebagai Menteri Dalam Negeri di era Presiden ke-7 RI, Jokowi, dan dilanjutkan hingga saat ini di era Presiden Prabowo Subianto.


Sumber: VIVA

Komentar