PARADAPOS.COM - Puluhan perwakilan masyarakat di sepanjang Pantau Utara Tangerang, Banten, yang selama ini terkena dampak proyek pengembangan Pantai Indah Kapuk (PIK 2) dan PSN PIK 2 mendatangi kantor Komnas HAM di Jakarta, Kamis (14/2/2025) kemarin.
Mereka datang bersama sejumlah tokoh nasional diantaranya Abraham Samad (Mantan Ketua KPK Periode 2011-2015) Prof Hafidz Abbas (Mantan Ketua Komnas HAM Periode 2012-2017), Eros Djarot, Said Didu, dan Usman Hamid.
Mereka melaporkan selama ini telah terjadi dugaan pelanggaran HAM berat yang dilakukan oleh pihak PIK 2 dengan memperalat aparat negara di lapangan.
Dalam dokumen laporannya menyebutkan bahwa pelaksanaan proyek pengembangan Pantai Indah Kapuk 2 (PIK 2) selama ini telah terjadi dugaan pelanggaran HAM berat kepada penduduk lokal, warga sipil, masyarakat miskin, tani, nelayan, pedangan asongan, perempuan dan anak.
Apalagi setelah PIK 2 ditetapkan status menjadi Proyek Strategis Nasional (PSN) sesuai Peraturan Menko Bidang Perekonomian Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2024.
Bahkan diduga pihak PIK 2 selama ini secara sengaja membangun proyek pemukiman untuk komunitas tertentu atau kalangan elit dan eklusif.
Pihak PIK 2 sengaja membangun pagar tembok setinggi 5 meter dengan maksud memisahkan diri dari masyarakat lokal yang secara kebetulan tingkat ekonominya rata rata dari kelas menengah ke bawah.
Ada yang menganalogikan pelayanan di PIK 2 seperti negara dalam negara.
"Kami semua berharap dengan laporan ini, pihak Komnas HAM RI segera melakukan tindakan cepat merespon laporkan warga," ujar Abraham Samad menjelaskan warga memiliki alasan mengadu ke Komnas HAM.
Dia menyebut ketentuan Pasal 90 ayat (1) Undang – Undang 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (HAM) yang berbunyi: "Setiap orang dan atau sekelompok orang yang memiliki alasan kuat bahwa hak asasinya telah dilanggar dapat mengajukan laporan dan pengaduan lisan atau tertulis pada Komnas HAM."
Dikatakan bahwa apa yang terjadi di PIK 2 melanggar Deklarasi Universal HAM yang diterima dan diumumkan oleh Majelis Umum PBB pada tanggal 10 Desember 1948 melalui resolusi 217 A (III) khususnya pasal 3 yang berbunyi ;
"Setiap orang berhak atas kehidupan, kebebasan dan keselamatan sebagai induvidu’’ dan Pasal 17 (1) Setiap orang berhak memiliki harta, baik sendiri maupun bersama-sama dengan orang lain. (2) "Tidak seorang pun boleh dirampas harta miliknya dengan semena-mena,’’ tambahnya.
Dikatakan bahwa proyek PIK 2 sejak awal dikembangkan sesungguhnya sudah menuai protes keras karena dianggap lebih banyak merugikan warga.
"Bahkan sesungguhnya sejak proses pembangun proyek PIK 1 di sepanjang Pantai Jakarta juga sudah diprotes warga. Hanya saja gelombang protesnya saat itu belum sekuat seperti sekarang ini," katanya.
Tahun 2024 lalu, Jokowi selaku Presiden saat itu menyetujui penetapkan PIK 2 masuk Proyek Strategis Nasional (PIK) dengan luas 1.755 hektare bersama beberapa proyek lainnya di Indonesia.
Bermodalkan status sebagai PSN tersebut, ujar Abraham, pihak pengelola PIK 2 menjadi semakin brutal untuk dapat menguasai lahan warga termasuk di luar Kawasan yang ditetapkan PSN.
Sumber: Tribun
Artikel Terkait
Kapolri Ajak Band Sukatani Jadi Duta Polri: Kami Tak Antikritik!
Pengamat Politik Universitas Esa Unggul: KPK Harus Proses Kasus Dugaan Korupsi Jokowi dan Keluarga, Jangan Dipetieskan!
Revisi UU BUMN Kuatkan BPI Danantara, Lemahkan BPK RI?
Pengamat: Megawati Harus Gerak Cepat, Datangi KPK Seret Jokowi dan Keluarganya!