PARADAPOS.COM - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali membuat gebrakan dalam upaya pemberantasan korupsi.
Di bawah kepemimpinan Setyo Budianto, lembaga antirasuah itu terus menyasar sejumlah pihak yang diduga terlibat tindak pidana korupsi.
Terbaru, KPK menggeledah rumah Ketua Umum Majelis Pimpinan Nasional Pemuda Pancasila, Japto Soelistyo Soerjosoemarno, di bilangan Jakarta Selatan.
Dalam penggeledahan tersebut, tim KPK mengamankan 11 unit mobil, sejumlah uang, dokumen-dokumen penting, serta barang bukti elektronik.
Penggeledahan ini merupakan bagian dari penyidikan kasus gratifikasi yang melibatkan mantan Bupati Kutai Kartanegara, Rita Widyasari.
KPK menduga uang yang diterima Rita mengalir ke banyak pihak, termasuk Japto.
Sehari sebelumnya, KPK juga telah menggeledah rumah politikus Partai NasDem, Ahmad Ali, di Jakarta Barat.
Dari penggeledahan itu, tim KPK menyita sejumlah dokumen, barang bukti elektronik, uang tunai sebesar Rp3,49 miliar dalam pecahan rupiah dan valuta asing, serta barang-barang mewah seperti tas dan jam tangan.
Baik Japto maupun Ahmad Ali diketahui memiliki keterkaitan dengan lawan politik Prabowo Subianto dalam Pemilu 2024.
Pemuda Pancasila, yang dipimpin Japto, secara terbuka mendukung pasangan Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar (Amin) dalam Pilpres 2024.
Japto bahkan masuk dalam tim pemenangan sebagai Wakil Ketua Dewan Penasehat Timnas Amin.
Sementara itu, Ahmad Ali merupakan Wakil Ketua Umum Partai NasDem, partai utama pengusung Anies Baswedan.
Operasi Pembersihan Lawan Politik?
Langkah KPK ini menimbulkan pertanyaan di kalangan publik. Apakah ini merupakan operasi "bersih-bersih" terhadap rival politik Prabowo Subianto?
Spekulasi semakin menguat setelah KPK menetapkan Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan, Hasto Kristiyanto, sebagai tersangka dalam kasus suap yang melibatkan Harun Masiku, hanya sepekan setelah Prabowo dilantik sebagai Presiden pada Desember 2024.
Hasto diduga menghalangi penyidikan kasus suap Harun Masiku kepada Komisioner KPU, Wahyu Setiawan.
Penetapan status tersangka terhadap Hasto menimbulkan dugaan bahwa KPK tengah menargetkan partai dan individu yang menjadi lawan Prabowo dalam Pilpres 2024.
Sebagai informasi, PDIP merupakan pengusung utama Ganjar Pranowo dalam kontestasi Pilpres.
Nama Ganjar Pranowo sendiri sempat disebut dalam sidang kasus korupsi e-KTP di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat pada 8 Februari 2018.
Dalam sidang tersebut, mantan Ketua DPR, Setya Novanto, mengklaim bahwa Ganjar menerima aliran dana haram dari proyek e-KTP sebesar USD 500.000.
Kasus ini kembali mencuat setelah buronan Paulus Tanos, yang juga terlibat dalam skandal e-KTP, berhasil ditangkap di Singapura.
Di tengah gencarnya operasi KPK terhadap para politisi oposisi, publik juga menantang lembaga ini untuk membuktikan netralitasnya dengan membongkar dugaan korupsi yang melibatkan para menteri di kabinet Prabowo.
Beberapa nama yang disorot antara lain:
Airlangga Hartarto (Menko Perekonomian), yang disebut dalam kasus korupsi minyak goreng.
Ia diduga memiliki peran dalam kebijakan yang menguntungkan sejumlah perusahaan kelapa sawit.
Pada Agustus 2024, Airlangga mendadak mengundurkan diri sebagai Ketua Umum Partai Golkar, setelah dikabarkan menerima surat panggilan dari Kejaksaan Agung.
Muhaimin Iskandar (Menko Pemberdayaan Masyarakat), yang terseret dalam kasus korupsi sistem perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di luar negeri pada 2012, saat ia menjabat sebagai Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi.
Muhaimin juga pernah dikaitkan dengan kasus "kardus durian," di mana anak buahnya tertangkap membawa uang Rp1,5 miliar dalam kardus durian, yang diduga akan disetorkan kepadanya.
Zulkifli Hasan (Menko Pangan), yang disebut dalam persidangan kasus suap pengajuan revisi alih fungsi hutan menjadi lahan sawit di Riau pada 2014.
Bahlil Lahadalia (Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral), yang dilaporkan oleh Jaringan Advokasi Tambang atas dugaan korupsi dalam penerbitan izin usaha pertambangan.
Ia diduga melakukan gratifikasi, suap, hingga pemerasan.
Dito Ariotedjo (Menteri Pemuda dan Olahraga), yang disebut-sebut menerima uang sebesar Rp27 miliar dalam kasus korupsi BTS 4G di Kementerian Komunikasi dan Informatika.
Namun, Dito telah membantah tudingan tersebut.
Dengan maraknya operasi pemberantasan korupsi yang menyasar tokoh-tokoh dari kubu oposisi, KPK kini dihadapkan pada ujian besar: apakah mereka akan berani menyentuh kasus-kasus korupsi yang diduga melibatkan tokoh-tokoh dalam pemerintahan Prabowo?
Publik pun menanti apakah lembaga antirasuah ini benar-benar menjalankan tugasnya secara independen atau sekadar menjadi alat politik rezim yang berkuasa.
Sumber: PorosJakarta
Artikel Terkait
Meski Belum Diumumkan, Gufroni Bocorkan Status Kades Kohod Tersangka Penerbitan Sertifikat Pagar Laut
PN Jakut Laporkan Razman dan Firdaus Oiwobo Buntut Ribut-ribut di Ruang Sidang, Dijerat 3 Pasal Berlapis
Pemilik Pagar Laut Bekasi Akui Kesalahan dan Berani Minta Maaf, Aguan Kapan?
Bareskrim Bongkar Akal-Akalan Kades Kohod Dapatkan SHGB dan SHM