PARADAPOS.COM - Gerakan adili Jokowi menggema dan jadi sorotan di media sosial.
Demonstrasi massa yang menuntut adili Jokowi akibat dari kesalahan presiden ke-7 RI itu dalam menjalani pemerintahan selama dua periode.
Di media sosial #adilijokowi sudah menjadi trending sejak Minggu (9/2/2025) dan kini sudah mencapai 11 ribu postingan lebih.
Kritikus Faizal Assegaf kemudian menyebut rezim Jokowi selama 10 tahun Pemerintahannya membuat negara menjadi sarang perampokan.
Banyak penguasa yang dibuat menjadi rakis dan buas. Kemudian orang-orang yang berkuasa begitu kuat dan bisa berbuat semaunya.
“Daya rusak rezim Jokowi bikin negara jadi sarang perampokan besar-besaran,” tulisnya di cuitan akun X pribadinya.
“Luar biasa rakus dan buas, kekuasaan segelintir orang sangat perkasa, licin dan bertindak semena-mena,” sebutnya.
Ia menambahkan, kerasukan dan buasnya para penguasa ini menyentuh semua aspek yang menciptakan kejahatan besar yaitu korupsi.
Karena hal ini pula Indonesia pun menjadi negara yang terancam menjadi salah satu negara gagal.
“Nyaris semua aspek dirusak oleh wabah kejahatan korupsi, pencurian kekayaan alam dll,” tuturnya.
“Hancur republik ini, menuju ancaman negara gagal,” terangnya.
👇👇
✍️
— Faizal Assegaf (@faizalassegaf) February 9, 2025
Daya rusak rezim Jokowi bikin negara jadi sarang perampokan besar-besaran. Luar biasa rakus dan buas, kekuasaan segelintir orang sangat perkasa, licin dan bertindak semena-mena.
Nyaris semua aspek dirusak oleh wabah kejahatan korupsi, pencurian kekayaan alam dll. Hancur… https://t.co/NhoxHa6hrY
Desak Adili Jokowi, 2.000 Massa Geruduk Polda Sulsel Tuntut Segera 'Proses Hukum & Penjarakan!'
PARADAPOS.COM - “Adili Jokowi”, desak 2.000 massa aksi gabungan mahasiswa, buruh, advokat dan rakyat miskin kota menggema di depan Polda Sulsel yang digalang oleh Gerakan Rakyat Sulawesi Selatan (GERASS), Jumat (7/2/2025) siang.
Massa gabungan yang dikoordinir oleh Lukman To Maddesa selaku koordinator aksi, memiliki 3 tuntutan penting diantaranya, 1. Usut tuntas berbagai kasus KKN yang Jokowi dan keluarga diduga terlibat di antaranya kasus BPMKS (Bantuan pendidikan masyarakat kota Surakarta), korupsi BMW, korupsi Trans Jakarta, korupsi dana KONI, korupsi DJKA, Blok Medan, korupsi melalui rekomendasi Bansos di Sritex, kasus pengurangan denda PT SM yang melakukan pembakar hutan, Jet Pribadi untuk liburan, Pagar Laut dan lainnya yang semuanya sudah diadukan ke lembaga-lembaga penegakan hukum dan dipublikasikan di berbagai media namun tidak ada langkah penyidikan penyelidikan.
“Hal kedua, usut tuntas kasus-kasus terkait kebijakan yang merugikan rakyat di antaranya kasus Pagar Laut Banten, Bekasi, Sidoarjo dan daerah-daerah lain termasuk mengusut kebijakan-kebijakan anti rakyat yang sudah menelan korban jiwa secara tidak langsung seperti kelangkaan Gas LPG 3 kg,” ungkap Lukman To Maddesa di depan Polda Sulsel bersama 2.000 massa rakyat yang bosan kemiskinan mereka diganggu oleh kebijakan Jokowi merugikan keuangan negara, terendus korupsi kolusi dan nepotisme.
Begitupun yang disuarakan Moesang, Koordinator Lapangan saat berorasi.
”Tuntutan ke-3 kami, meminta Polri untuk kembali menjadi Polisi Rakyat yang independen dan berpegang teguh pada konstitusi sebagai pelindung dan pengayom yang tidak berpihak pada siapapun selain pada hukum, kebenaran dan keadilan,” lantangnya.
Pernyataan sikap GERASS diterima langsung perwakilan Polda Sulsel untuk disampaikan ke Kapolda Sulsel dan Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo.
Dengan harapan, Kapolri segera menindaklanjuti aduan masyarakat yang disampaikan saat demontrasi agar segera memproses hukum dan adili Jokowi.
Membludaknya massa aksi, karena sudah bosan dengan perilaku Jokowi dan melihat kondisi penegakan hukum di Indonesia saat ini sedang mengalami krisis dan sedang tidak baik-baik saja.
Sudah menjadi rahasia umum bahwa saat ini hukum ibarat sebuah pisau yang sangat tajam jika digunakan ke bawah namun sangat tumpul jika digunakan ke atas.
Jika kondisi tersebut tidak segera diatasi maka niscaya dalam jangka panjang akan mengakibatkan lumpuhnya penegakan hukum di Indonesia.
Hal ini sebagaimana diutarakan Agus Salim, SH, Koordinator Tim Advokasi Hukum GERASS.
“Dalam perjalanannya dari masa ke masa, hukum dan penegakannya tidak diorientasikan pada upaya mewujudkan keadilan. Hukum cenderung digunakan sebagai alat untuk mewujudkan kepentingan-kepentingan oleh penguasa.
Pada masa kolonialisme, hukum dijadikan alat untuk menjajah warga pribumi. Pada masa orde lama, hukum dijadikan alat revolusi. Pada masa orde baru, hukum dijadikan alat pembangunan. Adapun pada masa reformasi sampai sekarang hukum cenderung dijadikan alat kekuasaan politik,” paparnya.
“Hal ini yang menjadi salah satu faktor penyebab terjadinya krisis penegakan hukum di Indonesia. Hukum dan penegakannya tidak diorientasikan sebagaimana seharusnya yakni mewujudkan keadilan, namun dijadikan alat untuk mencapai tujuan-tujuan oleh para penguasa buat kepentingan segelintir orang ataupun kelompok tertentu, khususnya karena perilaku Jokowi selama berkuasa,” tambah Agus Salim, SH saat berada di kerumunan aksi.
Selain itu, dalam pernyataan sikap GERASS juga tertuang pandangan tentang di masa 10 tahun kepemimpinan Joko Widodo sebagai Presiden RI, harapan adanya perbaikan kondisi penegakan hukum di Indonesia justru makin terpuruk dengan semakin menguatnya intervensi kekuasaan terhadap aparat penegak hukum.
Harus diakui, gagasan Nawacita untuk hadirkan pemerintahan yang bebas korupsi cuma tinggal pepesan kosong.
Penegakan hukum terkesan menjadi alat politik kekuasaan, misalnya dalam hal pembungkaman kritik sipil dan media massa.
Keamanan dan perlindungan kepada masyarakat menjadi semu dengan aparat penegak hukum yang masih bersikap represif terhadap anggota masyarakat yang berbeda sikap dengan pemerintah.
Sebaliknya, sejumlah perkara lama seperti pelanggaran berat HAM masa lalu yang menjadi utang untuk dituntaskan justru terus dihadapkan pada ketidakpastian.
Joko Widodo sebagai Presiden RI lebih mengutamakan pertumbuhan ekonomi yang justru ternyata juga gagal diwujudkan karena faktor hukumnya tidak dipenuhi terlebih dahulu.
Misalnya, ambisi Joko Widodo menggenjot berbagai Proyek Strategis Nasional (PSN) yang mengutamakan kepentingan investor, namun mengabaikan kepentingan publik atau keadilan yang lebih luas.
Pembangunan infrastruktur kerap mengabaikan aspirasi masyarakat. Berbagai kebijakan insentif terus digelontorkan untuk mendukung investor, sementara masyarakat adat dan lokal cenderung terpinggirkan.
Konflik agraria terus meletus, dan tak sedikit justru terjadi di area proyek strategis nasional (PSN), seperti di Ibu Kota Nusantara (IKN), Rempang dan Pantai Indah Kapuk 2 (PIK 2).
Lain halnya kegelisahan yang diutarakan Muhammad Sirul Haq, Koordinator Humas dan Advokat domisili Makassar ini.
“Dalam masa pemerintahannya, Joko Widodo memakai cara pandang hukum yang positivistik dalam pengelolaan sumber daya alam sehingga dengan mudah menyingkirkan masyarakat, terutama petani, nelayan, masyarakat adat, masyarakat pedesaan dan miskin kota. Aparat penegak hukum dan hukum dijadikan tameng dari kritik dan protes masyarakat,” tegasnya.
“Berangkat dari kegelisahan atas kondisi tersebut diatas dan munculnya kesadaran bersama dari beberapa warga masyarakat dengan berbagai latar belakang profesi (pengacara, pelaku usaha, pekerja mandiri dan mahasiswa) yang berdomisili di Kota Makassar, Sulawesi Selatan, mencoba untuk memberikan kontribusi pemikiran dalam rangka memperbaiki kondisi penegakan hukum di Indonesia, melalui diskusi-diskusi intens yang dilakukan secara informal dengan tema demokrasi, penegakan hukum serta perlindungan hak asasi manusia (HAM), kemudian mencoba membentuk wadah bersama dengan nama Gerakan Rakyat Sulawesi Selatan,” tambah Muhammad Sirul Haq, pengacara Makassar yang juga menggagas GERASS, dan sebagai humas dapat dihubungi di nomor telepon WA 085340100081.
Untuk tujuan tersebut, Gerakan Rakyat Sulawesi Selatan mencoba mengambil peran secara aktif dalam rangka perbaikan kondisi tersebut diatas, salah satunya adalah dengan mendorong institusi Kepolisian Republik Indonesia sebagai salah satu instansi penegak hukum yang menjadi ujung tombak dan merupakan elemen penting dalam proses penegakkan hukum yang berkeadilan agar menjadi lebih profesional, lebih mandiri dan lebih berintegritas serta lebih berani mengambil sikap sesuai marwahnya sebagai pelindung dan pengayom rakyat yang tidak berpihak pada siapapun selain pada hukum, kebenaran dan keadilan, termasuk dalam hal ini untuk mengusut tuntas berbagai kasus selama pemerintahan Joko Widodo, terlebih khususnya yang diduga ada keterkaitan Joko Widodo atau kroni-kroninya.
👇👇
[VIDEO]
Sumber: PedomanRakyat
Artikel Terkait
GEGER! Skandal Suap DPD RI: 95 Anggota DPD RI Diduga Terima 13.000 USD (Rp 200 Juta) Untuk Pilih Pimpinan DPD dan MPR
[UPDATE] Bareskrim: Aguan dan Agung Sedayu Tak Tersangkut Kasus Pagar Laut Tangerang
Polri Selidiki Dalang yang Minta Kades dan Sekdes Kohod Palsukan Dokumen Pagar Laut
Mantan Sekretaris BUMN Imam Apriyanto Putro Dipanggil KPK